Rabu, 02 Februari 2011

Pengaruh Promosi Kesehatan Terhadap Perilaku Merokok Pekerja Sektor Informal



Merokok merupakan masalah yang serius karena pengaruhnya pada berbagai aspek, yaitu aspek kesehatan, aspek ekonomi, aspek sosial. Ditinjau dari sisi kesehatan, kebiasan merokok telah terbukti berhubungan dengan sedikitnya 25 jenis penyakit dari berbagai alat tubuh manusia, seperti kanker paru, bronkitis kronik, emfisema dan berbagai penyakit paru lainnya (Aditama, 1997).

Estimasi biaya yang hilang akibat konsumsi tembakau adalah Rp167,1 triliun. Jumlah tersebut 5,1 kali lipat pemasukan cukai rokok sendiri yang hanya sebesar Rp32,6 triliun pada tahun 2005. Belanja rokok rumah tangga perokok di Indonesia menempati urutan nomor 2 (10,4%) setelah makanan pokok padi-padian (11,3%), sementara pengeluaran untuk daging, telur dan susu besarnya rata-rata hanya 2%. Belanja rokok juga tercatat lebih dari 3 kali pengeluaran untuk pendidikan (3,2%) dan hampir 4 kali lipat pengeluaran untuk kesehatan (2,7%).
Ironisnya, perilaku merokok justru didominasi oleh keluarga miskin. Dua belas juta ayah dari 19 juta keluarga miskin adalah perokok dengan asumsi rata-rata merokok sebanyak 10 batang setiap harinya (Republika, Rabu 21 November 2007). Selain itu, Susenas tahun 1995, 2001, dan 2004 menunjukkan proporsi pengeluaran rokok masyarakat termiskin (K1), lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat terkaya (K5). Perbandingan pengeluaran rokok K1 dan K5, tahun 1995 adalah (6,1 : 4,9), tahun 2001 adalah (9,1 : 7,5), dan tahun 2004 adalah (10,9 : 9,7).
Di belahan dunia lain setali tiga uang. Pria pada rumah tangga miskin dengan pendidikan lebih rendah di Chicago merupakan perokok (Dell dkk, 2005). WHO juga melaporkan, bahwa jumlah perokok paling banyak berasal dari kalangan masyarakat miskin. Di Madras, India mayoritas perokok justru dari kelompok masyarakat buta huruf. Hasil riset lainnya di berbagai negara membuktikan hal yang serupa, bahwa rokok lebih banyak dikonsumsi oleh kelompok masyarakat termiskin.
Kelompok masyarakat dengan sosial ekonomi rendah yang patut mendapat perhatian dalam bidang kesehatan adalah pekerja sektor informal. Diperkirakan saat ini jumlah pekerja sektor informal besarnya sekitar  64 % dari angkatan kerja. Salah satu pekerja sektor informal yang saat ini menjadi alternatif pilihan  masyarakat dalam mencari nafkah adalah tukang ojek.
Hasil penelitian pendahuluan terhadap 108 tukang ojek yang dilakukan di Jakarta, Bekasi dan Depok tahun 2006 menunjukkan bahwa 85 % tukang ojek adalah perokok, 20 % lebih tinggi dibanding prevalensi merokok laki-laki dewasa nasional tahun 2004 (Susenas, 2004). Rata-rata jumlah rokok yang diisap tukang ojek adalah 11 batang rokok perhari, dengan rata-rata pengeluaran untuk rokok perhari mencapai Rp7.500.

Masalah kesehatan yang dihadapi oleh tukang ojek pun tidak kalah pelik, 85% pernah mengalami kesulitan uang untuk berobat. Mereka mencari uang untuk berobat dengan cara meminjam (39%), meminta bantuan saudaranya (37%), menjual barang/harta (17%), dan minta kartu SKTM (7%). Hampir semua tukang ojek merasa khawatir bila suatu saat mereka sakit. Sebagian besar dari mereka juga khawatir tidak punya uang dan tidak bisa mencari nafkah. Perkiraan rata-rata kehilangan pendapatan selama sakit kurang lebih Rp83.000.
Berdasarkan hal tersebut di atas, dalam penelitian ini dikembangkan intervensi promosi kesehatan berupa  promosi berhenti merokok melalui pendekatan ekonomi yang berorientasi kepada sasaran yang spesifik tukang ojek dan upaya menciptakan lingkungan yang kondusif untuk tidak merokok. Penelitian ini dilakukan untuk menilai pengaruh promosi kesehatan terhadap perilaku merokok dan pengeluaran biaya rokok tukang ojek.
  Model Hubungan Timbal Balik antara Individu, Lingkungan, dan Perilaku
Hubungan Timbal Balik antara Individu, Lingkungan dan Perilaku
(Modifikasi dari Social Cognitif Theory (SCT), Bandura)
Dapat dijelaskan bahwa ada hubungan timbal balik antara faktor individu, faktor lingkungan dan faktor perilaku merokok. Semakin positif faktor individu dalam memahami masalah merokok maka individu tersebut tidak akan merokok demikian sebaliknya. Semakin positif faktor lingkungan dalam menciptakan lingkungan yang kondusif untuk tidak merokok, maka perilaku merokok tidak akan terjadi demikian juga sebaliknya.  Di sisi yang lain terjadi juga hubungan timbal balik antara faktor individu dengan lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku merokok. Intervensi promosi kesehatan diharapkan dapat mengubah faktor individu dan lingkungan menjadi kondusif dalam menciptakan perilaku tidak merokok.
Objek dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada tukang ojek yang merokok dan  mempunyai organisasi di wilayah kampus UI Depok sebagai kelompok intervensi dan Cijantung Jakarta Timur sebagai kelompok kontrol. Informasi awal  tukang ojek yang merokok diperoleh dari pengelola tukang ojek disetiap pangkalan. Selanjutnya dipilih sampel  secara proporsional sampling pada setiap pangkalan ojek sampai diperoleh sebanyak 160 responden pada masing-masing kelompok.
Promosi Kesehatan
Upaya promosi kesehatan yang dikembangkan adalah promosi berhenti merokok melalui pendekatan ekonomi berorientasi sasaran dan upaya menciptakan lingkungan yang kondusif untuk tidak merokok. Peningkatan pengetahuan dilakukan melalui penyuluhan dan penyebarluasan media cetak kepada tukang ojek. Sedangkan pengembangan lingkungan yang kondusif untuk tidak merokok dilakukan melalui pemasangan media cetak di sekitar pangkalan dan pertemuan dengan pengelola tukang ojek. Secara rinci pelaksanaan intervensi adalah sebagai berikut:
Intervensi Promosi Berhenti Merokok
SASARAN
INTERVENSI
LAMA
FREKUESNI
  • Tukang ojek
  • Penyuluhan

  • Pemberian selebaran media cetak
  • Pemasangan poster di sekitar pangkalan
  • Pemberian kalender
  • Pemasangan stiker di motor
  • + 45 mnt


  • + 4 bulan
  • 2 minggu sekali (10 kali), dalam 6 bulan
  • 10 jenis media
  • Diganti setiap 2 minggu sekali
  • 1 kali
  • 1 kali
  • Pengelola tukang ojek

  • Pertemuan, pemberian selebaran, buku saku
  • + 1 jam

  • 1 bulan sekali, selama 6 bulan
  • Pembina Lingkungan Kampus
  • Pendekatan guna mendukung pelaksanaan intervensi di lapangan
  • + 45 mnt
  • 3 kali

Perubahan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Merokok RespondenDalam penelitian ini telah dilakukan suatu metode promosi kesehatan yang spesifik ditujukan kepada tukang ojek dan upaya menciptakan dukungan sosial. Terdapat berbedaan yang signifikan di daerah intervensi terkait perbedaan pengetahuan, perbedaan sikap, perbedaan perilaku, dan perbedaan pengeluaran biaya rokok dalam sehari antara sebelum dan sesudah dilakukan promosi kesehatan.
Berdasar hasil penelitian, dapat disimpulkan, bahwa:
  1. Pengetahuan dan sikap responden pada kelompok intervensi mengalami kenaikan sedangkan pada kelompok kontrol tidak ada kenaikan.
  2. Sikap positif tukang ojek terkait masalah rokok meningkat setelah dilakukan upaya promosi kesehatan, sedangkan pada kelompok kontrol tidak ada peningkatan.
  3. Promosi kesehatan berpengaruh terhadap kemungkinan berhenti merokok tukang ojek. Penurunan jumlah perokok daerah intervensi lebih besar 1,7 kali dibanding daerah kontrol.
  4. Promosi kesehatan berpengaruh signifikan terhadap penurunan biaya rokok yang dikeluarkan tukang ojek. Pada daerah intervensi, konsumsi rokok bisa menurun hingga Rp2.500 sedangkan pada daerah kontrol hanya sebesar Rp300 setiap harinya.
Mengubah perilaku masyarakat untuk berhenti merokok memang tidak mudah karena merokok sudah menjadi kebiasaan umum di beberapa kelompok masyarakat, termasuk tukang ojek. Untungnya, masih ada sikap positif masyarakat terhadap perilaku merokok. Semua responden dalam penelitian kualitatif setuju bila pengeluaran rokok dapat dialihkan untuk kebutuhan pokok rumah tangga lainnya. Caranya bervariasi, yaitu secara bertahap mengurangi jumlah rokok, dan perlu niat berhenti yang tinggi.
Pengembangan Media Baru
Dalam penelitian ini dikembangkan juga beberapa media cetak promosi kesehatan, baik berupa poster dan selebaran. Media tersebut dikembangkan dengan cara memproduksi media yang sudah ada dan memproduksi baru. Dalam penelitian ini juga dilakukan penilaian terhadap 5 (lima) jenis media cetak produksi baru berupa poster. Penilaian dilakukan untuk melihat sejauh mana media tersebut menarik, informatif, memotivasi, komunikatif, dan efektif bagi sasaran. Penilaian dilakukan secara kualitatif melalui diskusi kelompok terarah.
                                                            Media Produksi Baru yang dikembangkan
              P1               P2                         P3                     P4                    P5

                    
  1. Poster yang paling menarik adalah poster 1
  2. Poster yang paling informatif adalah poster 2
  3. Poster yang paling memotivasi adalah poster 2 dan poster 3
  4. Poster yang paling komunikatif adalah poster 4 dan poster 5
  5. Poster yang paling efektif adalah poster 1 dan poster 2
Penulis: Bambang Setiaji

Tidak ada komentar: